Pengaruh Tingkat Loan
to Deposit Ratio (LDR) Terhadap Profitabilitas Bank.
Fungsi
intermediasi bank yakni menghimpun dan menyalurkan kembali dana kepada
masyarakat merupakan fungsi yang penting dalam perbankan. Untuk mendeteksi
fungsi intermediasi tersebut dapat digunakan indikator keuangan Loan to Deposit Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan
perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan terhadap jumlah dana pihak ke
tiga yang dihimpun dari masyarakat. Sedangkan profit atau laba merupakan
indikasi kesuksesan suatu badan usaha. Selain menjalankan intermediasi,
perolehan laba (profitabilitas merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
bank. Rasio profitabilitas merupakan hasil dari sejumlah kebijakan dan
keputusan manajemen dalam menggunakan sumber-sumber dana bank. Batas aman LDR
suatu bank adalah 110%. Capital Adequacy
Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal bank, merupakan pembagian jumlah
modal. Jika LDR pada suatu bank maka Capital
Adequacy Ratio (CAR) akan tinggi. Minimal CAR yang dimiliki bank sebesar
20%.
Keadaan bank yang konservatif adalah
suatu bank yang lebih memperhatikan kondisi likuiditas dibandingkan dengan
profit yang diraih. Untuk menentukan suatu bank tergolong ke dalam bank
konservatif ataupun bank ekspansif, dapat kita lihat dari sisi likuiditas dan
profitabilitas bank tersebut.
Di
dalam ekspansif terdapat kebijakan yakni “The
Law Of The Large Number”. Pada dasarnya The
Law Of The Large Number adalah suatu konsep statistik yang menghitung
jumlah rata-rata kejadian/resiko dalam sebuah sample atau populasi untuk
memprediksi sesuatu. Contoh ilustrasinya akan lebih baik ada 1000 orang yang
menabung sebesar Rp 10.000 daripada 1 orang yang menabung 10 juta, karena
dengan begitu bank akan medapatkan bunga yang lebih banyak, dan jika hanya ada
1 orang yang menabung di bank tersebut akan banyak isu-isu yang menyebar
tentang bank tersebut. Faktor ekspansif kredit yang ditunjukkan dengan rasio
LDR sangat penting oleh bak dalam menjalankan fungsi intermediasinya dengan
tujuanuntuk memperoleh laba yang didapat dari selisih penerimaan bunga kredit
dengan beban bunga simpanan (spread). Dengan peningkatan dan pengelolaan
penyaluran kredit yang baik akan mendorong suatu bank untuk meningkatkan
kemampuannya dalam memperoleh laba (profitabilitas).
Profit
yang diterima bank merupakan selisih antara pendapatan dengan cost. Jika pendapatan
yang diperoleh tinggi maka kan terjadi optimalisasi, sedangkan jika costnya
rendah maka akan efisiensi. Efisiensi dalam bank akan terjadi jika ada :
- Adanya kegiatan operasional
Kegiatan operasional yang dilakukan secara efisiensi
dalam bank misalnya dengan adanya penggunaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Adanya
ATM dapat mengurangi beban sebagai teller, dengan ATM nasabah bisa mentransfer
sendiri uang yang akan dikirim tanpa harus meminta bantuan seorang teller. Dengan
begitu kegiatan operasional bank akan lebih efisien.
2 Human resources
Sumber daya manusia sangat diperlukan pastinya dalam
kegiatan bank. Human resources bisa disebut juga Human Capital yang artinya
karyawan sebagai aset perusahaan. Asset yang dimaksud adalah karyawan yang
memiliki skill atau kemampuan diatas rata-rata dalam tugasnya. Human capital
harus memiliki sertifikasi. Dengan human capital yang memiliki skill lebih akan
efisien.
Pendapatan bank itu dapat dihasilkan
dari kegiatan yang dilakukan oleh bank dengan menjual produk atau jasa dari
bank tersebut. Pendapatan bank yang diperoleh berupa Interest Spread Income dan
Fee Based Income. Interest Spread Income merupakan hasil dari produk bank yakni
(i2 – i1). Sedangkan Fee Based Income adalah hasil dari
penjualan jasa yang dilakukan oleh bank contohnya kliring, valas, transfer,
save deposit box, inkaso, letter of credit (LC) dan bilyet giro. Sebenarnya semua
pendapatan yang diterima bank merupakan pendapatan dari dana pihak ketiga yang
kemudian dana pihak ketiga tersebut mendapatkan fasilitas dan kemudahan yang
diberikan oleh bank.
Productivity
Paradoks
Di
antara isu manajemen yang mengemuka saat itu adalah pencarian sumberdana
non-konvensional dan efisiensi, termasuk pemanfaatan teknologi informasi. Dalam
literatur terekam juga bahwa telah banyak usaha perusahaan untuk merespon
secara aktif perubahan tersebut, termasuk dengan menerapkan reorganisasi
melalui business process reengineering (BPR) yang salah satunya menggunakan
teknologi informasi (TI).
Tidak sedikit perusahaan yang
mengalami kegagalan dalam implementasi teknologi informasi (TI). Ada beberapa
penyebab yang dapat ditelusuri. Secara garis besar ada yang bersifat teknis dan
non-teknis. Sisi teknis berkaitan dengan teknologi yang berada di belakang
sistem tersebut, sementara sisi non teknis berada pada aspek keperilakuan dan
managerial dalam penggunaan sistem tersebut. Terungkap secara jelas bagaimana
peran TI dalam korporasi modern saat ini, terutama untuk mentrasformasikan
investasi yang telah dilakukan dalam bidang TI yang tergolong besar agar
menghasilkan nilai dan profitabilitas bagi perusahaan. Investasi-invetasi di
bidang TI seringkali tidak diikuti dengan hasil yang maksimal bagi perusahaan,
baik dari sisi produktivitas, profitabilitas maupun nilai yang akan diterima
oleh suatu entitas bisnis. Inilah yang menyebabkan fenomena ”productivity
paradox”, dimana investasi yang besar tidak menghasilkan manfaat yang besar
juga. Contohnya adalah investasi untuk membeli sebuah mesin ATM yang ternyata
tidak saja berpengaruh terhadap meningkatnya produktivitas pada proses
pelayanan terhadap pelanggan (dibandingkan dengan menggunakan teller), tetapi
berpengaruh pula terhadap aktivitas terkait lainnya seperti: mempercepat proses
transfer antar rekening, mengurangi biaya komunikasi dan transaksi,
meningkatkan rasa aman pelanggan, mempertinggi tingkat kepuasan nasabah, dan
lain sebagainya. Dengan kata lain, ”tidak adil” rasanyajika investasi tersebut
hanya dibebankan semata pada sebuah proses atau sub-sistem tertentu sementara
kontribusi manfaatnya dirasakan pula oleh berbagai proses yang lain di dalam
perusahaan.
Likuiditas
Suatu
bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkuta mampu membayar semua
hutangnya terutama hutang-hutang jangka pendek. Dalam hal ini yang dimaksud
hutang-hutang jangka pendek. Dalam hal ini yang dimaksud hutang-hutang jangka
pendek yang ada di bank antara lain adalah simpanan masyarakat seperti simpanan
tabungan, giro dan deposito. Dikatakan likuid jika pada saat ditagih bank mampu
membayar. Kemudian bank juga harus dapat pula memenuhi semua permohonan kredit
yang layak dibiayai.
Legal Reserve Requirement adalah ketentuan bagi setiap
bank umum untuk menysihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil
dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang
bersangkutan pada bank Indonesia.
Konglomerasi (Penjajahan Modern)
Konglomerasi (Penjajahan Modern)
Siti
Bank memberikan kredit kepada PT. P (Leasing). Suatu perusahaan ingin membuka
usaha penjualan motor, tetapi tidak memiliki modal, lalu perusahaan tersebut
meminjam uang kepada Siti Bank, dan membentuk perusahaan bernama Setra Company.
PT. P (Leasing) bekerja sama dengan SETRA COMPANY dalam bisnis penjualan motor
yang melayani penjualan secara kredit. PT. P mengasuransikan motor yang telah
dibeli oleh si X (pelanggan) kepada PT. DJ. Jika X tidak melunasi cicilan
motor, maka PT. P harus membayar premi sebesar Rp10,000. Pada suatu hari, X
meninggal dunia dengan cicilan motor yang masih belum lunas. Hal itu
menyebabkan PT. P harus membayar premi sebesar Rp10,000 kepada PT. DJ, dan PT.
DJ diharuskan untuk membayar uang penjamin sebesar Rp10,000,000. Melihat transaksi
antara PT. P dengan PT. DJ dalam asuransi motor, Siti Bank memutuskan untuk
bekerja sama dengan PT. DJ. Karena menurut Siti Bank, transaksi tersebut
menguntungkan. PT. DJ diharuskan untuk membayar uang penjamin sebesar
Rp10,000,000 tapi PT. DJ tidak sanggup, lalu PT. DJ memutuskan untuk bekerja
sama dengan PT. MA untuk membantu membayar uang penjamin tersebut. PT. DJ hanya
sanggup membayar sebesar Rp2,000,000 dan hanya mendapatkan premi sebesar
Rp2,000. PT. MA menyetujui untuk membayar sebesar Rp8,000,000 dan mendapat
premi sebesar Rp8,000. Kegiatan tersebut disebut Reasuransi. PT. MA merasa
Rp8,000,000 terlalu berat, akhirnya dia memutuskan untuk bekerja sama dengan
PT. UTRI. PT. MA hanya sanggup membayar Rp2,000,000 dan mendapat premi sebesar
Rp2,000, sedangkan PT. UTRI menyanggupi untuk membayar sebesar Rp6,000,000 dan
memperoleh premi sebesar Rp6,000. PT. UTRI merupakan muara terakhir dari
transaksi ini dan mendapatkan premi paling besar. Kegiatan ini disebut
Restrocessi. Besarnya uang penjamin yang harus ditaggung oleh PT. UTRI membuat
PT. UTRI membutuhkan dana cepat yaitu dengan membuat tiga perusahaan baru ATU,
SAT, dan RIA. Ketiga perusahaan tersebut membeli saham di IPO Sahamdengan
proporsi kepemilikan masing-masing 25%, 20%, 15% dan menjual kembali saham
tersebut ketika harga saham naik. Dari penjualan saham tersebut menghasilkan
capital gain.
Pada
suatu hari, Siti Bank menjual sahamnya ke IPO Saham dan di beli oleh ATU, SAT,
dan RIA. sebesar proporsi, tetapi saham tersebut tidak dijual kembali. Hal
tersebut menyebabkan jumlah kepemilikan saham dari ketiga perusahaan yang
dibentuk oleh PT. UTRI terhadap Siti Bank sebesar 60%, dan menyebabkan PT. UTRI
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Siti Bank.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar